Perjuanganku Untuk Menggapai Mimpiku
Cerpen Karangan: Oki Anggara
Lolos moderasi pada: 20 March 2015
Cerpen Karangan: Oki Anggara
Lolos moderasi pada: 20 March 2015
Perjuanganku dimulai sejak masuknya XII. Kenapa?
Semenjak masuk SMA, tidak mempunyai pikiran sama sekali untuk kuliah. Sangat buta akan dunia perkuliahan. Bahkan, jurusan-jurusan yang ada di Universitas pun aku tak tahu. Tadinya aku ingin melanjutkan pendidikan ke SMK, tapi karena orangtuaku masih belum mengizinkan ku bersekolah jauh-jauh, akhirnya orangtuaku memilihkan untuk melanjutkan ke SMA.
Semenjak masuk SMA, tidak mempunyai pikiran sama sekali untuk kuliah. Sangat buta akan dunia perkuliahan. Bahkan, jurusan-jurusan yang ada di Universitas pun aku tak tahu. Tadinya aku ingin melanjutkan pendidikan ke SMK, tapi karena orangtuaku masih belum mengizinkan ku bersekolah jauh-jauh, akhirnya orangtuaku memilihkan untuk melanjutkan ke SMA.
Aku ini anak semata wayang. Dari SD, SMP, hingga SMA, aku
bersekolah di Kecamatan yang sama. Bukan hanya itu, lulusan sekolah aku hampir
70 persen melanjutkan kerja. Dan mungkin 30 persen yang melanjutkan kuliah.
Sempat terpikir olehku untuk melanjutkan kerja saja dahulu.
Aku berasal dari keluarga sederhana, dari mana orangtuaku
membiayaiku untuk melanjutkan kuliah?, sungguh, itu pemikiran klasik. Pikiranku
masih pendek sekali waktu itu. Tapi, niat dan pikiran itu terbantahkan oleh
guru geografi. Di sela waktu belajar, saat itu masih kelas XI. dia pernah
berkata “Kalian itu harus melanjutkan kuliah. Jangan tidak melanjutkan kuliah.
Kalian jangan memikirkan masalah biaya terlebih dahulu, sekarang itu ada
beasiswa yang namanya BidikMisi. Kalo kamu tidak mampu mempunyai biaya kuliah,
kamu akan mendapatkan beasiswa asalkan kamu masuk Universitas tersebut. Tak
hanya itu, kamu akan mendapatkan uang saku perbulannya”
Kata-kata pengantar nan sederhana itu, yang terus mengingatkanku
agar aku harus tetap kuliah. Aku termasuk siswa yang aktif di sekolah kak jadi
aku tak pernah berhenti untuk terus mencari informasi. Itu bekalku yang pertama
yang menghantarkanku untuk meraih mimpiku.
Yang kedua, aku ini senag bermain Sosial Media juga. Banyak
infomasi seputar kuliah yang aku dapat dari Sosial Media salah satunya dari
@info_SNMPTN dan @infomasukPTN. Saat itu kakak kelas retweet tentang SNMPTN.
Rasa penasaran muncul, dan akhirnya bekepo ria. Alhasil, aku tahu kalo SNMPTN
ialah salah satu jalur seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri. Berbagai
informasi telahku dapat. Dari kedua bekal tersebut, hati pun mulai bulat. Kalau
aku harus melanjutkan kuliah!!
Tak terasa, waktu terus berjalan dan mengantarkanku memasuki
pintu gerbang kelas XII. Orang bilang, pintu awal sebuah karier. Aku tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki nilai raport, di semester ini nilai
raport harus maksimal, dan berharap agar bisa lolos SNMPTN (Jalur Undangan).
Tersadar, bahwa nilai raport semester satu dan dua tidaklah bagus bahkan bisa
dikatakan biasa aja. Walaupun ada sedikit rasa percaya diri karena di semester
tiga dan empat menempati ranking 2 dan 1 di kelas, tapi hal itu tidak menjamin
bisa lolosnya SNMPTN. Apalagi penilaian SNMPTN dilihat melalu berbagai aspek
serta indeks sekolah.
Di awal semester 5 ini, aku mengikuti pelajaran dengan baik
dan terus bersungguh-sungguh. Persiapan Ujian Nasional dan SBMPTN (Jalur Tes
Tulis) ku tata agar se-seimbang mungkin. Saat itu, banyak teman-teman yang
sudah mulai mnegikuti bimbingan belajar di luar sekolah untuk persiapan Ujian
Nasional, karena di sekolah biasanya mengadakan bimbel persiapan Ujian Nasional
di awal bulan November. Sempat minder karena banyak temen-temen yang mengikuti
bimbingan belajar di luar sekolah, aku ingin seperti mereka agar persiapanku
lebih matang menghadapi Ujian Nasional. Mencoba meminta brosur ke salah satu
tempat bimbingan belajar, dan memberanikan diri untuk berkata kepada ibu, “mah,
mau ikut bimbingan belajar persiapan Ujian Nasional di luar sekolah”.
Tapi… Apalah daya, ibuku tidak mengizinkan untuk mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah. Memang, rincian biayanya cukup besar bagi kelurga kami. Dan akhirnya, keinginan itu hanya menjadi angan semata.
Tapi… Apalah daya, ibuku tidak mengizinkan untuk mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah. Memang, rincian biayanya cukup besar bagi kelurga kami. Dan akhirnya, keinginan itu hanya menjadi angan semata.
Berbagai rencana dan strategi ku tata sedemikian rapih untuk
menghadapi Ujian Nasional dan SBMPTN. Aku membuat target, kalau bulan agustus
ini, aku harus mempunyai buku latihan dan soal-soal SBMPTN. Aku selalu
menyisihkan uang jajan sekolah untuk membeli buku itu. Tidak mau mererepotkan
orangtua. Tapi, Uang yang ku kumpulkan tak pernah mencukupi untuk membeli buku
itu, karena banyaknya tugas-tugas dari sekolah sehingga uang yang terkumpul
dengan terpaksa aku gunakan. Aku tak pernah meminta uang kepada ibuku untuk
mengerjakan tugas, kalaupun harus meminta itu jarang-jarang karena uang
simpananku tak mencukupi.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bulan oktober
pun tiba.
Alhamdulillah. Aku mendapat infomarsi, kalau FISIP UI mengadakan acara Try Out SBMTPN seJabodetabek dan Bandung. Kucoba untuk mengajak teman-temanku, tapi sayang. Respon mereka tak selalu bagus, ada yang bilang “yaelah ki, masih lama. Fokus UN aja dulu! Lebay lu ah” jleb deh. Ada yang mengabaikan perkataanku karena mereka memang tidak minat untuk melanjutkan kuliah. Tapi, aku respon dengan baik. Aku bilang kalau persiapan kita lebih lama pasti kan lebih matang.
Alhamdulillah. Aku mendapat infomarsi, kalau FISIP UI mengadakan acara Try Out SBMTPN seJabodetabek dan Bandung. Kucoba untuk mengajak teman-temanku, tapi sayang. Respon mereka tak selalu bagus, ada yang bilang “yaelah ki, masih lama. Fokus UN aja dulu! Lebay lu ah” jleb deh. Ada yang mengabaikan perkataanku karena mereka memang tidak minat untuk melanjutkan kuliah. Tapi, aku respon dengan baik. Aku bilang kalau persiapan kita lebih lama pasti kan lebih matang.
Persiapan menjelang Try Out terus dilakukan, terus berlatih
dengan buku yang baru ku beli itu. Aku latihan setiap pulang sekolah, dan
sebelum tidur. Dan tetap menyisihkan uang untuk bisa mengikuti Try Out tersebut
tanpa menambah beban orangtua. Enggan rasanya untuk menadahkan tangan, ketika
aku sedang berjuang untuk membahagiakan mereka.
Waktu Try Out pun tiba, antara senang dan deg-degan bisa
mengikuti Try Out tersebut. Banyak pengalaman yang didapat, semakin tahu
bagaimana ketatnya persaingan SBMPTN nanti. Dan hasilnya? aku selalu bersyukur
atas segala apa yang ku dapat. Berada di urutan ke 333 dari 1500 lebih peserta
seJabodetabek dan Bandung. Temanku yang mengikuti Try Out juga ternyata
hebat-hebat! Si K diperingkat ke 249. Si D peringkat ke 429, tetapi si A ada
diperingkat 1300. Tapi hasil itu bukanlah suatu acuan, itu hanya seJabodetabek
dan Bandung, bukan seNasional!
Dan… Bulan desember tiba.
Alhamdulillah, aku mendapat buku gratis latihan soal-soal SBMPTN dari kak Riris. Dia seorang mahasiswa di salah satu PTN di Jawa Barat, dia seorang motivator terutama untuk kelas XII. Selalu memberikan nasihat, bimbingan, dan pengalaman dia seputar SBMPTN. Banyak sekali ilmu yang didapat darinya. Sebelumnya, dia mengadakan kuis yang berhadiah buku latihan soal-soal SBMPTN. Dan aku berhasil memenangkan kuis tersebut dengan seorang perempuan asal Jember. Aku semakin percaya diri untuk menembus pintu gerbang PTN itu.
Alhamdulillah, aku mendapat buku gratis latihan soal-soal SBMPTN dari kak Riris. Dia seorang mahasiswa di salah satu PTN di Jawa Barat, dia seorang motivator terutama untuk kelas XII. Selalu memberikan nasihat, bimbingan, dan pengalaman dia seputar SBMPTN. Banyak sekali ilmu yang didapat darinya. Sebelumnya, dia mengadakan kuis yang berhadiah buku latihan soal-soal SBMPTN. Dan aku berhasil memenangkan kuis tersebut dengan seorang perempuan asal Jember. Aku semakin percaya diri untuk menembus pintu gerbang PTN itu.
Di bulan ini juga, Alhamdulillah. Aku berhasil melukiskan
senyuman terindah pada ibuku. Saat itu, hari ibu bertepatan dengan pembagian
raport semester ganjil. Semua orangtua diundang ke sekolah, sebelum pembagian
raport ada pengarahan dari Kepala Sekolah, semua orangtua dikumpulkan dalam
satu tempat, dan dipenghujung acara tersebut, diumumkan siswa-siswi terbaik
kelas dan jurusan.
Alhamdulillaah, Puji syukur. Aku mendapat predikat siswa tebaik di kelas, dan terbaik di XII IPS. Sungguh, tak menyangka akan hal ini. Senang rasanya, dipanggil untuk naik ke atas panggung dan mengambil piagam penghargaan bersama ibu tersayang.
Alhamdulillaah, Puji syukur. Aku mendapat predikat siswa tebaik di kelas, dan terbaik di XII IPS. Sungguh, tak menyangka akan hal ini. Senang rasanya, dipanggil untuk naik ke atas panggung dan mengambil piagam penghargaan bersama ibu tersayang.
Di hari ibu, aku bisa memberikan hadiah yang terbaik untuk
ibuku. Dan saat itulah aku merasakan bahwa “Kerja Keras itu Tak Akan
Mengkhianati”
Sesampainya sampai di rumah ibu berbicara padaku “pertahankan
terus prestasimu nak! Ibu bangga kepadamu. Semangat terus untuk menggapai
cita-cita mu. Kamu tak usah memikirkan biaya, ibu dan bapak akan berusaha terus
mencari uang”
Aku diam tertegun, dan sedih.
Aku harus bisa menggapai mimpi-mimpiku. Aku harus bisa terus membuat orangtuaku bangga. Aku harus membuat mereka bahagia, sekarang dan sampai mereka tua nanti.
Aku diam tertegun, dan sedih.
Aku harus bisa menggapai mimpi-mimpiku. Aku harus bisa terus membuat orangtuaku bangga. Aku harus membuat mereka bahagia, sekarang dan sampai mereka tua nanti.
Tahun 2013 pun datang. Jeng jeng! *drum roll*
Persiapan dan persiapan terus dilakukan. Latihan soal, mengikuti Try Out di luar, doa dan ibadah terus dilakukan.
Di awal tahun ini, aku terus memotivasi diriku sendiri. Ku tulis semua mimpi-mimpiku di secarik kertas kecil lalu ku tempelkan di papan mimpi di kamar, agar di setiap bangun tidur, aku terus bersemangat untuk meraih mimpi-mimpi tersebut.
Berbagai quote yang ku dapat, aku salin lalu temple di papan mimpi.
Persiapan dan persiapan terus dilakukan. Latihan soal, mengikuti Try Out di luar, doa dan ibadah terus dilakukan.
Di awal tahun ini, aku terus memotivasi diriku sendiri. Ku tulis semua mimpi-mimpiku di secarik kertas kecil lalu ku tempelkan di papan mimpi di kamar, agar di setiap bangun tidur, aku terus bersemangat untuk meraih mimpi-mimpi tersebut.
Berbagai quote yang ku dapat, aku salin lalu temple di papan mimpi.
Di awal tahun, antara bulan januari – februari. Aku masih
seimbangkan amunisi untuk Ujian Nasional dan SBMPTN. Namun, memasuki bulan maret
– april aku hanya fokus kepada persiapan Ujian Nasional. Kenapa? Karena saat
itu aku mendapatkan informasi dari Kemdikbud kalau nilai Ujian Nasional menjadi
tiket untuk masuk PTN (Jalur SNMPTN). Bagaimana ini? Akhirnya ku putuskan untuk
fokus Ujian Nasional.
Ujian Nasional tiba.
Inilah perjuangan awalku untuk menggapai mimpi-mimpiku. Aku siap menghadapi Ujian Nasional, meskipun rasa deg-degan terus menyelimuti.
Banya godaan di Ujian Nasional sendiri, kunci misalnya. Tapi aku tak pernah tergiur. 20 paket soal. Ngapain? Mending fokus. Kalo Ujian Nasional ciut, bagaimana SBMPTN? Aku tetap berpegang teguh pada pendirian. Sia-sisalah perjuanganku salma ini kalau harus dinodai dengan sebuah kunci.
“UN itu bagaikan Cacing, dan SBMPTN itu bagaikan Ular”
Inilah perjuangan awalku untuk menggapai mimpi-mimpiku. Aku siap menghadapi Ujian Nasional, meskipun rasa deg-degan terus menyelimuti.
Banya godaan di Ujian Nasional sendiri, kunci misalnya. Tapi aku tak pernah tergiur. 20 paket soal. Ngapain? Mending fokus. Kalo Ujian Nasional ciut, bagaimana SBMPTN? Aku tetap berpegang teguh pada pendirian. Sia-sisalah perjuanganku salma ini kalau harus dinodai dengan sebuah kunci.
“UN itu bagaikan Cacing, dan SBMPTN itu bagaikan Ular”
Ujian Nasional berlalu, langsung move on. Aku langsung sigap
berpaling kepada SBMPTN, karena sudah lama dia ku tinggalkan. Nah, disini.
Setelah Ujian Nasional, kegalauan itu muncul lagi. Lagi, brosur-brosur
bimbingan belajar persiapan SBM itu bertebaran dimana-mana. Banyak juga
teman-temanku yang ikut bimbingan belajar. Aku iri, Aku juga ingin mengikuti
bimbingan belajar seperti mereka. Aku coba memberanikan diri kembali untuk
berbicara kepada ibu ku. Dan, seperti biasanya, orang tuaku tidak mengizinkan
dengan alasannya seperti biasa.
“sekarang kamu coba belajar sendiri aja dulu nak. “lahaulawalla”. Ibu sama bapak ada uang juga untuk persiapan kamu ke Bandung. Belum ongkos, dan biaya hidupkamu disana.”
Sempat bingung.
Dalam perkataan itu, ada makna. Bahwa ibu percaya, kalau Aku pasti akan ke Bandung. Dan menuntut ilmu disana. Orangtua suka memikirkan apa yang tak pernah terpikirkan oleh ankanya.
“sekarang kamu coba belajar sendiri aja dulu nak. “lahaulawalla”. Ibu sama bapak ada uang juga untuk persiapan kamu ke Bandung. Belum ongkos, dan biaya hidupkamu disana.”
Sempat bingung.
Dalam perkataan itu, ada makna. Bahwa ibu percaya, kalau Aku pasti akan ke Bandung. Dan menuntut ilmu disana. Orangtua suka memikirkan apa yang tak pernah terpikirkan oleh ankanya.
Akhirnya, ku coba belajar sendiri. Dengan buku-buku soal yang
ku punya. Sempat bosan, karena belajar sendiri itu tidaklah selalu
menyenangkan. Apalagi disaat ada materi yang tak dimengerti.
Perasaan ingin mengikuti bimbel persiapan SBM itu pun muncul
lagi. Aku berputar pikiran, bagaimana caranya aku harus bisa mengikuti
bimbingan belajar tanpa membebani orangtua. Terbesit dalam hati, ingin menjual
Hand Phone kesayangan untuk dijual dan uangnya untuk tambahan biaya bimbingan
belajar. Tapi aku tak berani mengambil langkah itu begitu saja. Aku meminta
izin terlebih dahulu pada ibu. Karena bagaimanapun handpone itu pemberian dia.
Sayang, ibu tak mengizinkan. Dia malah memarahiku.
Mungkin ibu kesal kepadaku, karena aku terlalu “memaksa”. Niat itu aku urungkan.
Sayang, ibu tak mengizinkan. Dia malah memarahiku.
Mungkin ibu kesal kepadaku, karena aku terlalu “memaksa”. Niat itu aku urungkan.
Aku terus belajar sendiri. Kenapa tidak meminta bantuan sama
temanmu yang ngerti? Sudah ku coba, sebelumnya selalu meminta diajari dia.
Bahkan sebelum masa-masa persiapan Ujian Nasional. Entah mungkin karena dia
bosan. Setiap aku menghubungi dia, tak pernah dia merespon.
Perjuangan ini tak boleh berhenti sampai disini. Aku terus
belajar sendiri. Aku harus bisa memahami materi-materi ini tanpa penjelasan
dari orang lain. Tapi hanya dari buku ini sendiri. Alhamdulillah, materi demi
materi pun mulai aku pahami. Allah selalu memberi kemudahan bagi hambanya yang
mau berusaha.
Tapi, tak selalu materi ku pahami dengan baik. Matematika Dasar.
Aku mengalami kesulitan di materi itu. Aku terus mancari cara. Aku coba untuk
menghubungi guru matematika di sekolah, dan memintanya untuk mengajari ku.
Awalnya, dia mengenakan tarif dan cukup besar harganya. Sambil becanda di sms,
aku meminta diskon. Dan membujuknya sambil mambicarakan hal-hal ringan.
Akhirnya dia mau mengajariku secara suka rela.
Setiap tiga hari dalam seminggu aku mengunjungi rumahnya,
dengan waktu yang tidak ditentukan. Kadang dua hari seminggu, atau satu hari
seminggu. Ya, aku bimbel mengikuti rutinitas dia. Kalau dia sempat dia
mengajariku, kalau dia sibuk bagaimana lagi, aku harus kembali belajar sendiri.
Tak terasa pengumuman Ujian Nasional tiba, deg-degan dengan
hasil yang akan kulihat.
Tapi apapun itu, itulah perjuangan dan kemampuanku. Nilai Ujian Nasional ku kecil.
Bingung, ini bagaimana? Tapi ya sudahlah. Semuanya sudah berlalu. Yang terpenting fokus pada cita-cita.
Tapi apapun itu, itulah perjuangan dan kemampuanku. Nilai Ujian Nasional ku kecil.
Bingung, ini bagaimana? Tapi ya sudahlah. Semuanya sudah berlalu. Yang terpenting fokus pada cita-cita.
Jelang beberapa setelah pengumuman Ujian Nasional. Pengumuman
SNMPTN tiba. Rasa deg-degan itu muncul lagi. Aku berharap aku bisa lolos
seleksi ini. Antara percaya diri dan tidak.
Aku terus berdoa dan beribadah, aku mempunyai nazar. Aku harus khatam qur’an sebelum pengumuman.
Aku terus berdoa dan beribadah, aku mempunyai nazar. Aku harus khatam qur’an sebelum pengumuman.
Di tiap seminggu menuju pengumuman, beberapa hari lagi menuju
pengumuman aku selalu bicara pada ibuku. Aku selalu minta doa dia.
Hari H pengumuman. Pengumuman itu dimajukan. Hari senin.
Saat itu aku diam di rumah dan terus berdoa, taaapiii. Temanku tiba-tiba datang ke rumah. Ngapain? Ya. Mereka mengajak main. Kemarinnya mereka memang sudah telpon aku. Tapi aku menolak ajakan itu. Entah kenapa tiba-tiba meraka datang ke rumah. Mereka bersikukuh mengajakku main. Aku tolak terus, bahkan kami sempat berdebat di rumahku.
Hari H pengumuman. Pengumuman itu dimajukan. Hari senin.
Saat itu aku diam di rumah dan terus berdoa, taaapiii. Temanku tiba-tiba datang ke rumah. Ngapain? Ya. Mereka mengajak main. Kemarinnya mereka memang sudah telpon aku. Tapi aku menolak ajakan itu. Entah kenapa tiba-tiba meraka datang ke rumah. Mereka bersikukuh mengajakku main. Aku tolak terus, bahkan kami sempat berdebat di rumahku.
Memang kami sudah lama tak bertemu, mereka mengajakku main
bukan ke mall atau semacamnya. Mereka ngajakku ke tempat air terjun Mereka
sudah berkuliah dan kerja, ada yang mau UTS esok harinya, dia bilang mau
refreshing dulu katanya. Tapi tidak pas dengan kondisiku.
Bingung, mereka sudah ke rumah. Kalau aku tolak mereka, pasti perasaan mereka sangatlah tak nyaman.
Disaat pengumuman seperti ini, tidak mau membuat orang lain kesal kepadaku. Tapi aku tak mau bersenang-senang sebelum ada kepastian. Dengan berat hati, aku ikut dengan mereka.
Bingung, mereka sudah ke rumah. Kalau aku tolak mereka, pasti perasaan mereka sangatlah tak nyaman.
Disaat pengumuman seperti ini, tidak mau membuat orang lain kesal kepadaku. Tapi aku tak mau bersenang-senang sebelum ada kepastian. Dengan berat hati, aku ikut dengan mereka.
Di sepanjang jalan dan di tempat tujuan, aku merasa tak
tenang, terus merengek dan meminta pulang lebih cepat.
Akhirnya, kami pulang. Dan, hujan pun datang!. Kami basah kuyup. Sampai maghrib aku masih di perjalanan.
Sampai di rumah. Aku masuk angin, dan saat itu sedang shaum. Disaat kondisi badan seperti ini, belum melihat hasil pengumuman. Aku terus bicara pada ibuku, kalau aku deg-degan, lalu ibu menyuruhku untuk mandi, sholat, lalu makan dulu sebelum melihat hasil pengumuman. Nazarku sudah terpenuhi. Alhamdulillah aku sudah khatam sebelum pengumuman.
Akhirnya, kami pulang. Dan, hujan pun datang!. Kami basah kuyup. Sampai maghrib aku masih di perjalanan.
Sampai di rumah. Aku masuk angin, dan saat itu sedang shaum. Disaat kondisi badan seperti ini, belum melihat hasil pengumuman. Aku terus bicara pada ibuku, kalau aku deg-degan, lalu ibu menyuruhku untuk mandi, sholat, lalu makan dulu sebelum melihat hasil pengumuman. Nazarku sudah terpenuhi. Alhamdulillah aku sudah khatam sebelum pengumuman.
Setelah semuanya selesai. Aku duduk di ruang tengah,
bersiap-siap untuk melihat pengumuman. Dan ingin segera membalas sms
teman-teman yang menanyakan lolos atau tidak.
Mulai membuka hasil pengumuman..
Bismillah..
Bismillah..
Seketika tulisan kata “MAAF” dalam kotak merah itu muncul.
Diam tepaku.
“oki gagal bu”. Masih diam menatap layar itu.
Tiba-tiba, ibuku merangkulku, dia menangis dan memelukku. “ya sudah, kamu harus sabar, ini yang tebaik untuk kamu. Ibu selalu melihat usaha-usaha mu, tapi kali ini bukan rezeki mu”
dengan nada yang tesedu-sedu itu, ibu berbicara padaku sambil memelukku.
Hanya bisa terdiam, seketika air mata ikut mengalir. Tak tahan melihat ibu sedih, tak tahan melihat ibu mengangis.
“Yaelah, ngapain dibawa sedih. Udah gak usah nangis. Perjalanan masih panjang”. Celetuk bibi.
“oki gagal bu”. Masih diam menatap layar itu.
Tiba-tiba, ibuku merangkulku, dia menangis dan memelukku. “ya sudah, kamu harus sabar, ini yang tebaik untuk kamu. Ibu selalu melihat usaha-usaha mu, tapi kali ini bukan rezeki mu”
dengan nada yang tesedu-sedu itu, ibu berbicara padaku sambil memelukku.
Hanya bisa terdiam, seketika air mata ikut mengalir. Tak tahan melihat ibu sedih, tak tahan melihat ibu mengangis.
“Yaelah, ngapain dibawa sedih. Udah gak usah nangis. Perjalanan masih panjang”. Celetuk bibi.
Tak mau berlarut-larut terus dalam kesedihan. Harus terus
berjuang untuk meraih cita-citaku, kembali fokus untuk mempersiapkan diri
menghadapi SBMPTN. Karena gagal dalam SNMPTN bukanlah akhir dari segalanya!.
Allah ingin melihat kerja kerasku yang lebih. Aku terus membuat perubahan.
Waktu belajar ku tambah lagi dan lebih ekstra, serta doa dan ibadah harus dan
perbanyakku lakukan.
Dan…
Pengumuman SBMPTN pun tiba. Jeng-jeng! *drum roll*
Di pengumuman ini, aku tidak lagi melakukan apa yang pernah ku lakukan disaat menjelang pengumuman SNMPTN. Karena ku yakin, kalau ingin mendapatkan hasil yang beda. Kita harus melakukan hal yang berbeda.
Aku tak selalu bicara pada ibuku lagi “bu, 1 minggu lagi pengumuman. Deg-gedan ni” “bu, 1 hari lagi pengumuman. Deg-gedan”. Tidak! Ku coba pendam rasa ini dalam hati, dan menenangkannya sendiri. Kalau terus bicara pada ibuku, pasti beban pikiran ibu bertambah. Aku ini kan niatnya ingin membuat dia bahagia.
Lalu, mirip hampir mirip, lagi temanku mengajakku ke mall. Meminta antar untuk membeli jam katanya, tapi untuk yang ini ku tolak dengan biak-baik.
Pengumuman SBMPTN pun tiba. Jeng-jeng! *drum roll*
Di pengumuman ini, aku tidak lagi melakukan apa yang pernah ku lakukan disaat menjelang pengumuman SNMPTN. Karena ku yakin, kalau ingin mendapatkan hasil yang beda. Kita harus melakukan hal yang berbeda.
Aku tak selalu bicara pada ibuku lagi “bu, 1 minggu lagi pengumuman. Deg-gedan ni” “bu, 1 hari lagi pengumuman. Deg-gedan”. Tidak! Ku coba pendam rasa ini dalam hati, dan menenangkannya sendiri. Kalau terus bicara pada ibuku, pasti beban pikiran ibu bertambah. Aku ini kan niatnya ingin membuat dia bahagia.
Lalu, mirip hampir mirip, lagi temanku mengajakku ke mall. Meminta antar untuk membeli jam katanya, tapi untuk yang ini ku tolak dengan biak-baik.
Dan, beberapa jam menuju pengumuman. Ibu minta anter ke
pasar, sore waktu itu.
Aku mengantarkan ibuku terlebih dahulu, twitter sudah ramai kalau pengumuman sudah bisa di akses. Bunyi sms juga mulai datang satu-persatu menanyakan hasil penngumuman.
Sempat ingin buka pengumuman di pasar, tapi. Ah! Kondisinya tak enak. Masa buka pengumaman di pasar
Aku mengantarkan ibuku terlebih dahulu, twitter sudah ramai kalau pengumuman sudah bisa di akses. Bunyi sms juga mulai datang satu-persatu menanyakan hasil penngumuman.
Sempat ingin buka pengumuman di pasar, tapi. Ah! Kondisinya tak enak. Masa buka pengumaman di pasar
Sesampainya di rumah, langsung bersiap-siap.
Sudah berada di depan layar sendiri, ibu di kamar mandi sedang mencuci, bibi belum pulang kerja, sama bapak juga.
Dengan rasa deg-degan, dan bismillah, ku buka web itu.
Dan…
Sudah berada di depan layar sendiri, ibu di kamar mandi sedang mencuci, bibi belum pulang kerja, sama bapak juga.
Dengan rasa deg-degan, dan bismillah, ku buka web itu.
Dan…
Segala Puji Bagi Alla.Tulisan “SELAMAT” itu muncul di kotak
berwarna biru, bukan kotak berwarna merah lagi.
Seketika itu aku langsung diam, tak percaya, aku langsung
berteriak pada ibuku yang di kamar mandi “bu, aku lolos bu. Aku lolos” dan air
mata itu, mengalir dengan sendirinya keluar.
Aku langsung menghampiri ibu ke kamar mandi. Ibu kaget mungkin, melihatku menangis sambil berkata yang kurang jelas. Tapi akhirnya ibu mengerti kalau aku lolos SBMPTN. Pendidikan Sosiologi – Universitas Penididikan Indonesia.
Aku langsung merangkul ibuku, dengan penuh air kebahagiaan.
“iya Alhamdulillah, ibu seneng mendengarnya”.
“iya bu, Alhamdulillah usahaku selama ini tidak sia-sia bu”
“iya, kamu bangun setiap pagi, puasa, pasti kamu mempunyai maksud, Allah mendengarkan doamu nak”
Peristiwa itu, takkan pernah terlupakan.
Yang tadinya ibu merangkulku disaat ku gagal. Kini aku merangkul ibuku disaat aku berhasil
Aku langsung menghampiri ibu ke kamar mandi. Ibu kaget mungkin, melihatku menangis sambil berkata yang kurang jelas. Tapi akhirnya ibu mengerti kalau aku lolos SBMPTN. Pendidikan Sosiologi – Universitas Penididikan Indonesia.
Aku langsung merangkul ibuku, dengan penuh air kebahagiaan.
“iya Alhamdulillah, ibu seneng mendengarnya”.
“iya bu, Alhamdulillah usahaku selama ini tidak sia-sia bu”
“iya, kamu bangun setiap pagi, puasa, pasti kamu mempunyai maksud, Allah mendengarkan doamu nak”
Peristiwa itu, takkan pernah terlupakan.
Yang tadinya ibu merangkulku disaat ku gagal. Kini aku merangkul ibuku disaat aku berhasil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar